Tingkatkan Keselamatan Lari Anda: Tips dari Mayapada Hospital Menghadapi Risiko Darurat Jantung di Maraton

Olahraga lari, khususnya maraton, memang menantang, namun memiliki risiko serangan jantung dan henti jantung mendadak yang tak bisa diprediksi. Hal ini mendorong Mayapada Hospital untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap kondisi jantung saat berlari, terutama menjelang Surabaya Medic Air Run 2025 yang digelar pada 4 Mei mendatang. Dalam upayanya, Mayapada Hospital menekankan pentingnya program safe running, yang mengutamakan kesiapan jantung sebelum berlari.

Ketika kondisi gawat darurat jantung terjadi, tindakan medis segera sangat dibutuhkan. Tim dokter spesialis jantung di Mayapada Hospital Surabaya siap memberikan pertolongan dengan menggunakan prosedur Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 90 menit di ruang Catheterization Laboratorium (Cath Lab). Menurut dr. Deo Idarto, spesialis jantung dari Mayapada Hospital, Primary PCI adalah cara yang efektif untuk membuka sumbatan pembuluh darah jantung akibat serangan jantung, mengurangi risiko kematian, dan mencegah komplikasi fatal.

Tak hanya itu, untuk menangani kasus lebih kompleks seperti aritmia, Mayapada Hospital juga menawarkan tindakan ablasi jantung yang minim invasif. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kateter melalui paha dan memberikan energi panas untuk menghilangkan gangguan irama jantung.

Untuk para pelari yang berencana mengikuti maraton, Mayapada Hospital menyediakan berbagai layanan pemeriksaan kesehatan, termasuk Medical Check-Up (MCU) Runner, pemeriksaan EKG gratis, serta tes VO2Max untuk mengukur daya tahan tubuh. Layanan ini bertujuan memastikan kondisi fisik dan jantung peserta sebelum berlari.

Dengan dukungan dokter spesialis jantung dan kedokteran olahraga, Mayapada Hospital mempersiapkan para peserta maraton untuk berlari dengan aman dan sehat.

Rahasia Sehat dari Langkah Ringan: Metode Jalan Kaki 6-6-6 yang Efektif dan Ramah Tubuh

Melakukan aktivitas fisik sederhana seperti berjalan kaki ternyata bisa memberikan dampak besar bagi kesehatan, apalagi jika dilakukan dengan metode teratur. Salah satu teknik yang kini mulai dikenal luas adalah metode jalan kaki 6-6-6, yaitu aktivitas jalan kaki selama 60 menit yang dilakukan pukul 6 pagi atau 6 sore. Latihan ini juga mencakup pemanasan ringan selama 6 menit di awal dan pendinginan 6 menit di akhir dengan tempo lambat untuk mempersiapkan dan menenangkan tubuh.

Menurut Mike Julom, pelatih kebugaran dari Amerika Serikat, metode ini membantu mencapai durasi minimal 150 menit olahraga per minggu yang direkomendasikan oleh American College of Sports Medicine serta CDC. Asosiasi Jantung Amerika bahkan menyarankan agar metode ini dijalankan secara bertahap bagi pemula, cukup mulai dengan 10 hingga 15 menit terlebih dahulu dan ditingkatkan seiring waktu. Berjalan kaki dengan kecepatan wajar juga dianjurkan, agar pernapasan tetap nyaman dan alami.

Latihan 6-6-6 ini tidak hanya mendukung pembakaran lemak lebih efektif, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tulang dan pencernaan. Selain itu, metode ini terbukti mampu menurunkan risiko penyakit jantung dan kematian dini. Dibandingkan lari, berjalan kaki memberikan tekanan yang lebih rendah pada sendi dan jaringan tubuh, sehingga lebih aman bagi lansia atau mereka dengan gangguan gerak. Bahkan, aktivitas ini bisa membantu meredakan gejala gangguan mental seperti kecemasan dan depresi jika dilakukan secara konsisten.

Persiapkan Diri dengan Tes Kesehatan Sebelum Lomba Lari!

Tren olahraga lari semakin populer, terutama di Surabaya, yang akan mengadakan Medic Air Run 2025 pada Minggu, 4 Mei mendatang. Lari, meskipun terlihat mudah, sebenarnya memerlukan kondisi fisik yang prima agar dapat dilakukan tanpa risiko cedera. Oleh karena itu, sebelum berpartisipasi, penting untuk menjalani Medical Check Up (MCU) guna memastikan tubuh dalam kondisi optimal.

Dokter Spesialis Jantung dari Mayapada Hospital Surabaya, dr. Liem Audi Natalino, Sp.JP(K), FIHA, FAPSC, menjelaskan bahwa lari sangat baik untuk kesehatan jantung, serta membantu mengontrol tekanan darah, kolesterol, dan menjaga berat badan ideal. Namun, penting untuk mengetahui kondisi tubuh terlebih dahulu untuk mencegah gangguan kesehatan, seperti cedera atau masalah jantung.

MCU merupakan langkah awal untuk memahami kesehatan secara menyeluruh, termasuk deteksi penyakit tersembunyi, serta pemeriksaan fungsi jantung, ginjal, dan hati. Selain itu, pemeriksaan ini juga memastikan tubuh memiliki kadar sel darah merah yang cukup agar oksigen dapat terdistribusi dengan baik selama berlari. Pemeriksaan yang disarankan mencakup EKG, tes laboratorium untuk fungsi hati dan ginjal, serta evaluasi kebugaran oleh dokter spesialis kedokteran olahraga.

Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dari Mayapada Hospital, dr. Yohan Christian Suisan, Sp.KFR., M.Ked.Klin, menambahkan bahwa tes VO₂ max juga bisa dilakukan untuk mengukur tingkat kebugaran kardiorespirasi tubuh. Hasil tes VO₂ max ini akan memberikan gambaran mengenai performa tubuh dalam olahraga. Mayapada Hospital juga memberikan layanan pemeriksaan EKG gratis serta layanan MCU dan VO₂ max dengan harga spesial bagi peserta Medic Air Run 2025.

Untuk mendukung peserta, Mayapada Hospital menyediakan aplikasi MyCare yang memungkinkan pengguna mengatur jadwal konsultasi dan memantau kondisi tubuh. Aplikasi ini juga memberikan akses ke artikel kesehatan dan tips olahraga.

Dengue Masih Mengancam: Indonesia Targetkan Nol Kematian pada 2030

Demam berdarah dengue (DBD) menjadi ancaman kesehatan yang tidak mengenal musim di Indonesia. Ketua Tim Kerja Arbovirosis dari Kementerian Kesehatan, Fadjar SM Silalahi, mengingatkan bahwa pola penyebaran penyakit ini berlangsung sepanjang tahun sehingga kewaspadaan harus terus dijaga. Tahun 2024 mencatat sejarah baru dengan jumlah kasus DBD tertinggi sejak dengue tercatat di Indonesia, yaitu sebanyak 242 ribu kasus dengan 1.400 kematian. Angka ini melampaui rekor sebelumnya pada tahun 2016, dan salah satu faktor pemicu utamanya adalah perubahan iklim yang signifikan.

Selama 2024, puncak kasus terjadi pada Januari hingga Maret, kemudian sempat menurun di pertengahan tahun, namun kembali meningkat menjelang akhir tahun. Memasuki 2025, jumlah kasus DBD mengalami penurunan signifikan menjadi sekitar 38 ribu dengan jumlah kematian sebanyak 182 jiwa. Meski demikian, Fadjar menegaskan bahwa penurunan ini bukan alasan untuk lengah, karena perubahan cuaca dan perilaku masyarakat dapat memicu peningkatan kasus kembali sewaktu-waktu.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, menargetkan tidak ada lagi kematian akibat DBD pada tahun 2030. Upaya yang dilakukan mencakup pencegahan, pengobatan dini, dan inovasi medis seperti vaksinasi. Dokter penyakit dalam, Dirga Sakti Rambe, menekankan bahwa DBD bukan penyakit ringan. Angka kematian di Indonesia sangat tinggi, bahkan menyumbang sekitar 10 persen dari total kematian DBD di dunia. Karena itu, masyarakat diminta tidak menyepelekan penyakit ini dan terus menjaga kebersihan lingkungan serta waspada terhadap gejalanya.

Pneumonia: Penyakit “Seperti Flu” yang Diam-Diam Mematikan

Meski tak setenar COVID-19 atau tuberkulosis, pneumonia tetap menjadi ancaman kesehatan global yang mematikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa pneumonia merupakan infeksi tunggal paling mematikan di dunia, dengan jutaan korban jiwa setiap tahun. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan mencatat sekitar 310 ribu kasus pada tahun 2022, menandakan bahwa penyakit ini tidak bisa dianggap enteng.

Menurut dr. Desdiani, dosen sekaligus spesialis paru dari Fakultas Kedokteran IPB University, pneumonia merupakan infeksi atau peradangan yang menyerang jaringan paru-paru, disebut juga parenkim paru. Penyebab utamanya meliputi bakteri, virus, dan jamur. Gejalanya sering kali menyerupai flu biasa seperti demam, batuk, dan pilek, sehingga kerap diabaikan hingga kondisi memburuk. Jika tak segera ditangani, infeksi dapat menjalar ke paru-paru dan menyebabkan peradangan serius.

Pneumonia tergolong penyakit akut karena dapat berkembang dalam waktu singkat, hanya dalam hitungan hari hingga dua minggu. Hal ini menjadikan penyakit ini sangat berbahaya, bahkan pada individu yang sebelumnya tampak sehat. Kelompok yang paling rentan terkena pneumonia antara lain balita, lansia, serta individu dengan penyakit kronis seperti diabetes atau gangguan imunitas.

Gejalanya bervariasi, mulai dari demam tinggi, batuk berdahak atau kering, hingga sesak napas dan nyeri dada. Untuk mencegahnya, masyarakat dianjurkan melakukan vaksinasi, menjaga kebersihan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan segera memeriksakan diri jika mengalami gejala flu yang berkepanjangan.

Manfaat Teh Serai untuk Kesehatan yang Wajib Diketahui

Teh serai menjadi pilihan banyak orang, terutama saat pagi hari, sebagai minuman yang menyegarkan sebelum memulai aktivitas. Minuman herbal yang aromatik ini menawarkan berbagai manfaat kesehatan yang luar biasa. Salah satunya adalah memperkuat sistem kekebalan tubuh. Teh serai kaya akan antioksidan, yang membantu meningkatkan daya tahan tubuh, serta memiliki sifat antibakteri dan antijamur yang dapat melindungi dari infeksi.

Selain itu, teh serai juga dapat membantu menurunkan berat badan. Dengan meningkatkan metabolisme tubuh, minuman ini membantu membakar kalori lebih cepat dan mengurangi lemak tubuh. Jika diminum setiap pagi dengan perut kosong, teh serai berpotensi mengurangi risiko obesitas.

Tak hanya itu, teh serai juga bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah. Kandungan kalium dalam teh serai berperan penting dalam menurunkan tekanan darah dan mengurangi kolesterol jahat, yang pada gilirannya mengurangi risiko penyakit jantung. Manfaat lainnya adalah kemampuannya dalam mendetoksifikasi tubuh, membantu membersihkan darah dan menghilangkan racun.

Teh serai juga diketahui efektif dalam melancarkan pencernaan dan mengurangi kecemasan. Sifat antioksidan pada teh ini membantu meredakan masalah pencernaan, seperti perut kembung dan sembelit. Aroma serai yang menenangkan juga berfungsi untuk mengurangi stres dan meningkatkan relaksasi. Tak kalah penting, konsumsi rutin teh serai juga dapat mengurangi peradangan tubuh dan menurunkan kadar kolesterol, yang bermanfaat untuk kesehatan jantung.

Mahasiswa UI Raih Penghargaan Internasional di GlobeHealth 2025

Dua mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) meraih penghargaan bergengsi dalam ajang The 8th Global Public Health Conference (GlobeHealth) 2025 yang berlangsung di Bangkok, Thailand. Afandi Setia Apriliyan, mahasiswa Program Magister Epidemiologi, berhasil meraih penghargaan sebagai Best Presenter, sementara Anisful Lailil Munawaroh, mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, mendapatkan penghargaan sebagai Best Social Media Ambassador.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Prof. Mondastri Korib Sudaryo, menyampaikan rasa bangga atas prestasi kedua mahasiswa tersebut. Ia menilai pencapaian ini menunjukkan dedikasi, kompetensi akademik, serta semangat inovasi mahasiswa FKM UI dalam memberikan solusi terhadap tantangan kesehatan masyarakat global.

Afandi, yang mempresentasikan risetnya berjudul “The First Phase of Developing the Early Warning Alert and Response System (EWARS) Application at Sekarwangi Regional General Hospital, Sukabumi Regency, West Java, Indonesia”, memaparkan pengembangan sistem peringatan dini berbasis web untuk meningkatkan efisiensi pelaporan kasus penyakit menular yang berpotensi menjadi wabah. Sistem ini, yang telah diimplementasikan di 58 puskesmas, berhasil mencatat lebih dari 6.000 diagnosis penyakit, termasuk pneumonia dan tifoid.

Sementara itu, Anisful mempresentasikan risetnya yang berjudul “Empowering Construction Workers as Facilitators in HIV-AIDS Prevention: A Workplace Health Initiative”, yang menyoroti pentingnya meningkatkan pengetahuan pekerja konstruksi tentang pencegahan HIV-AIDS. Melalui pelatihan intensif, riset ini berhasil menunjukkan peningkatan signifikan dalam kesiapan pekerja konstruksi untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan HIV-AIDS di tempat kerja.

Lima Suplemen Andalan untuk Otak Tajam dan Fokus Lebih Baik

Buat kamu yang sering merasa sulit fokus, cepat lupa, atau gampang stres, mungkin sudah mulai mempertimbangkan untuk mengonsumsi suplemen demi menjaga kinerja otak tetap optimal. Sayangnya, banyaknya pilihan di pasaran justru bisa bikin bingung saat harus menentukan suplemen mana yang paling sesuai. Dalam salah satu video milik Dr. Janine Bowring di YouTube, ia menyebutkan lima jenis suplemen yang dinilai efektif dalam mendukung kesehatan otak dan memperkuat daya ingat.

Salah satunya adalah vitamin B12 yang penting untuk sistem saraf karena berperan dalam menjaga lapisan mielin, yaitu pelindung serabut saraf. Fungsi ini mirip seperti isolasi pada kabel listrik, yang memastikan sinyal antar sel otak berjalan lancar. Kekurangan vitamin ini bisa mengganggu fungsi otak, jadi disarankan untuk memilih bentuk yang lebih aman seperti metilkobalamin atau adenokobalamin, bukan sianokobalamin yang mengandung jejak sianida.

Ashwagandha adalah suplemen lain yang dikenal sebagai adaptogen. Ia membantu tubuh menyesuaikan diri saat mengalami stres atau kecemasan dan dapat memberikan efek menenangkan atau menyemangati sesuai kondisi tubuh. Bagi yang mudah cemas atau kehilangan motivasi, ini bisa menjadi opsi yang bermanfaat.

Gingko biloba juga terkenal karena membantu melancarkan sirkulasi darah ke otak. Aliran darah yang baik akan memperlancar distribusi oksigen dan nutrisi, sehingga membantu otak tetap tajam. Sementara itu, DHA yang terdapat dalam minyak ikan berfungsi menjaga struktur otak dan komunikasi antar sel. Kurangnya DHA dapat menyebabkan gangguan konsentrasi atau mudah lupa, sehingga suplemen dengan kadar DHA tinggi sangat disarankan.

Terakhir, kunyit dengan kandungan kurkumin mampu meningkatkan BDNF, zat penting yang membantu pembentukan memori dan kemampuan belajar. Proses ini mendukung neuroplastisitas otak, yaitu kemampuan otak membentuk koneksi baru meski usia terus bertambah. Sebelum mengonsumsi suplemen apapun, pastikan konsultasi dengan dokter agar sesuai dengan kondisi tubuhmu.

Vasektomi Jadi Hadiah Emansipasi dari Pria untuk Perempuan di Hari Kartini

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, menyampaikan bahwa vasektomi atau metode kontrasepsi melalui operasi pria (MOP) merupakan bentuk penghargaan dari laki-laki kepada perempuan dalam rangka memperingati Hari Kartini. Menurutnya, program kontrasepsi tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan, namun juga harus melibatkan peran aktif pria, sebagai wujud kesetaraan dalam keluarga. Hal ini disampaikannya dalam peluncuran Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) di Majalengka, Jawa Barat.

Ia menekankan bahwa kampanye nasional vasektomi hari ini mencerminkan komitmen kuat dari Kemendukbangga dan BKKBN dalam mendorong peran pria dalam program keluarga berencana. Bahkan, gerakan tersebut berhasil memecahkan rekor MURI dengan 2.000 pria menjalani vasektomi secara serentak. Wihaji menyebut pencapaian ini sebagai bentuk nyata penghormatan terhadap perempuan di Hari Kartini, serta langkah maju menuju keluarga yang lebih seimbang dan harmonis.

Wihaji juga meluruskan stigma negatif yang selama ini melekat pada vasektomi. Ia menegaskan bahwa prosedur ini aman, tidak mempengaruhi kesehatan secara negatif, dan telah lama diterapkan dengan hasil yang baik. Tiga syarat utama untuk pria menjalani vasektomi adalah memiliki minimal dua anak, berusia 35 tahun ke atas, dan memperoleh persetujuan dari keluarga, khususnya istri.

Lebih lanjut, ia menyinggung bahwa langkah ini juga berperan dalam mengatasi masalah “fatherless” yang cukup tinggi di Indonesia. Keterlibatan ayah dalam kehidupan anak sangat penting, dan vasektomi bisa menjadi simbol komitmen ayah terhadap peran aktif dalam keluarga. Hingga pukul 11.15 WIB, tercatat capaian nasional vasektomi serentak sebesar 11,35 persen atau 227 orang dari target 2.000, dengan Jawa Barat sebagai penyumbang tertinggi.

Anemia pada Penyakit Ginjal Kronis: Waspadai Gejala dan Penanganan yang Tepat

Anemia merupakan salah satu komplikasi umum yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK), terutama pada stadium lanjut atau saat menjalani terapi dialisis. Risiko kondisi ini meningkat jika pasien juga menderita diabetes. Meski begitu, kabar baiknya adalah bahwa pengobatan terhadap penyebab utama anemia dapat membantu meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan. Berdasarkan data dari National Institutes of Health (NIH), sekitar satu dari tujuh pasien PGK mengalami anemia, yang biasanya mulai muncul sejak stadium 3 hingga 5.

Gejala anemia pada PGK dapat bervariasi, mulai dari kelelahan, kulit terlihat pucat, sakit kepala, nyeri tubuh, hingga gangguan tidur dan kesulitan berkonsentrasi. Kondisi ini terjadi akibat produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. Produksi eritrosit bisa terganggu oleh berbagai faktor, seperti usia lanjut, jenis kelamin perempuan, penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes, hingga prosedur dialisis yang memicu kehilangan darah. Selain itu, sel darah merah pada pasien PGK juga cenderung memiliki masa hidup yang lebih pendek.

Penanganan anemia pada PGK dilakukan sesuai penyebabnya. Terapi yang umum meliputi pemberian suplemen zat besi, vitamin B12, dan folat, agen perangsang eritropoiesis (ESA), hingga transfusi darah jika kondisinya cukup berat. Meski transfusi efektif dalam waktu singkat, penggunaannya harus dikontrol untuk menghindari efek samping. Pengelolaan kesehatan secara menyeluruh juga penting, termasuk kontrol terhadap penyakit ginjal, diabetes, dan hipertensi, serta penyesuaian pola makan yang tepat. Pasien disarankan segera berkonsultasi ke dokter jika mengalami gejala anemia agar penanganan dapat dilakukan lebih dini dan optimal.