Jaga Ginjal Sehat, Hindari Gaya Hidup Berisiko

Dalam acara Gebyar Ramadan 1446 yang digelar oleh PDA Kota Batu di Gedung Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani Batu, pada Sabtu (22/3/2025), dr. Achmad Rifai SpPD-KGH-FINASM membagikan berbagai tips penting untuk menjaga kesehatan ginjal. Ia menjelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi kerusakan ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan, di mana ginjal mengalami penyusutan akibat proses pengapuran dan kehilangan fungsinya lebih dari 60%.

Ginjal yang tidak berfungsi optimal akan mengalami gangguan dalam pembentukan vitamin D dan eritropoietin, serta kesulitan dalam membuang zat sisa seperti air, urea, dan kreatinin. Pemeriksaan urine dan USG menjadi cara utama untuk mendeteksi penyakit ini. Gagal ginjal kronis terbagi dalam lima tahap, mulai dari ditemukannya protein dalam urine pada tahap awal hingga kondisi ginjal yang sepenuhnya tidak berfungsi pada tahap akhir, yang mengharuskan pasien menjalani cuci darah.

Di Indonesia, hipertensi dan diabetes menjadi penyebab utama gagal ginjal. Kedua kondisi ini tidak disebabkan oleh konsumsi obat anti-hipertensi atau obat diabetes, melainkan akibat tekanan darah dan kadar gula darah yang tidak terkontrol. Faktor lain yang berkontribusi terhadap hipertensi meliputi pola makan tinggi garam, obesitas, merokok, stres, kolesterol tinggi, dan faktor genetik. Dr. Rifai juga mengingatkan bahaya minuman kemasan yang mengandung natrium serta gula tinggi, yang dapat merusak ginjal jika dikonsumsi berlebihan.

Untuk mencegah gagal ginjal kronis, seseorang perlu mengenali faktor risiko, menerapkan pola hidup sehat, mengonsumsi lebih banyak protein dan serat, membatasi karbohidrat, serta rutin berolahraga. Selain itu, terdapat juga gagal ginjal akut, yang berbeda dari gagal ginjal kronis karena masih dapat pulih jika penyebabnya diatasi dengan baik, seperti dehidrasi akibat diare yang dapat membaik dengan hidrasi yang cukup.

Sebagai penutup, dr. Rifai menegaskan bahwa kebiasaan yang dijalani hari ini akan menjadi investasi kesehatan di masa depan. Dengan menerapkan gaya hidup sehat sejak dini, manfaatnya akan terasa dalam jangka panjang.

Diabetes Tipe 2 dan Gagal Ginjal: Ancaman Nyata yang Dapat Dicegah

Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat berujung pada komplikasi serius, termasuk gagal ginjal. Menurut dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH, ada keterkaitan erat antara diabetes tipe 2 dan penyakit ginjal kronis. Ia menyoroti meningkatnya jumlah penderita diabetes secara global, dari 537 juta pada 2021 dan diperkirakan mencapai 783 juta pada 2045. Di Indonesia, jumlah pengidap diabetes terus bertambah, yang berdampak pada peningkatan kasus penyakit ginjal kronis.

Dr. Tunggul menjelaskan bahwa penyakit ginjal berkembang melalui lima tahap, dari G1 hingga G5, di mana tahap terakhir memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi. Agar penderita diabetes tidak mencapai tahap ini, ada tiga faktor utama yang harus dikendalikan, yaitu tekanan darah tinggi, kadar gula darah yang tidak terkontrol, serta peradangan dan fibrosis pada ginjal. Salah satu cara mendeteksi risiko dini gagal ginjal adalah melalui pemeriksaan albuminuria, yang mengidentifikasi kebocoran protein dalam urine. Jika jumlahnya melebihi 300 mg, maka kondisi tersebut harus ditangani segera meskipun fungsi ginjal masih terlihat normal.

Dalam pengobatan diabetes tipe 2 yang berhubungan dengan penyakit ginjal, terdapat tiga pilar utama yang harus diperhatikan, yaitu penggunaan obat antihipertensi untuk menjaga tekanan darah tetap stabil, obat SGLT2 inhibitor yang dapat membantu melindungi ginjal sekaligus mengontrol gula darah, serta finerenone yang mampu mengurangi peradangan dan fibrosis. Penelitian menunjukkan bahwa finerenone dapat menurunkan kebocoran protein dalam urine hingga 30 persen dalam waktu empat bulan, sehingga direkomendasikan oleh American Diabetes Association.

Pencegahan gagal ginjal pada penderita diabetes tipe 2 membutuhkan pendekatan menyeluruh, termasuk pemantauan rutin fungsi ginjal dan kepatuhan terhadap pengobatan yang disarankan dokter. Dengan langkah-langkah yang tepat, risiko komplikasi dapat ditekan sehingga penderita diabetes dapat hidup lebih sehat dan berkualitas.

Ketika Napas Mengandung Aroma Urine: Tanda Bahaya yang Perlu Diwaspadai

Napas yang berbau seperti urine, atau dikenal secara medis sebagai oetor uremicum, bisa menjadi indikasi adanya gangguan kesehatan yang serius, terutama masalah pada fungsi ginjal. Kondisi ini terjadi akibat penumpukan zat sisa metabolisme dalam darah yang seharusnya dikeluarkan melalui urine. Jika mengalami gejala ini, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kondisi ini antara lain pola makan tinggi protein, konsumsi bawang-bawangan, alkohol, jengkol, serta petai yang meningkatkan produksi amonia dalam tubuh. Selain itu, gagal ginjal kronis juga menjadi penyebab utama, di mana ginjal kehilangan kemampuannya dalam menyaring limbah, menyebabkan zat beracun menumpuk dan memengaruhi aroma napas seseorang. Infeksi bakteri seperti Helicobacter pylori pada lambung, gangguan sinus, serta kondisi genetik seperti trimethylaminuria juga dapat memicu bau napas yang tidak sedap.

Menurut dr. Tunggul D. Situmorang, kondisi ini disebabkan oleh penumpukan uremia dalam darah yang seharusnya dibuang melalui urine. Gangguan ginjal sendiri terbagi menjadi akut dan kronis, di mana kondisi akut masih dapat disembuhkan, sedangkan yang kronis bersifat permanen. Beberapa faktor risiko yang memengaruhi kesehatan ginjal meliputi tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas, serta kebiasaan mengonsumsi obat-obatan yang berisiko merusak ginjal.

Gejala lain yang mungkin menyertai termasuk mual, muntah, nafsu makan menurun, kulit kering, serta pembengkakan pada kaki. Mencegah gangguan ginjal dapat dilakukan dengan mengontrol tekanan darah, menjaga kadar gula darah, serta menerapkan pola hidup sehat. Jika penyakit ginjal telah terjadi, maka pengobatan melibatkan terapi cuci darah atau transplantasi ginjal untuk mempertahankan fungsi tubuh.