Rabies: Teror Mematikan yang Mengintai dari Gigitan Kecil

Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan bisa berujung pada kematian karena disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf pusat. Gejala rabies pada manusia umumnya muncul antara dua hingga tiga bulan setelah seseorang tergigit, tergantung dari lokasi luka dan banyaknya virus yang masuk. Masa ini dikenal sebagai masa inkubasi. Menurut Johanes Eko Kristiyadi, seorang Epidemiolog Kesehatan dari Dit.P2PM Kemenkes RI, ketika gejala sudah muncul, biasanya peluang untuk sembuh sangat kecil. Di Indonesia, angka kematian akibat rabies bahkan masih mencapai 100 persen.

Virus ini paling sering ditularkan lewat gigitan hewan, terutama anjing, yang menjadi penyebab utama hingga 98 persen kasus. Selain itu, cakaran atau jilatan hewan yang mengenai luka terbuka juga bisa menjadi jalur penularan meskipun lebih jarang. Tanda awal rabies bisa menyerupai penyakit biasa seperti demam, nyeri di bekas gigitan, sakit tenggorokan, atau kehilangan nafsu makan. Namun, gejala khas seperti takut air (hidrofobia), takut cahaya (fotofobia), dan takut angin (aerofobia) menjadi penanda utama penyakit ini.

Penanganan pertama yang harus dilakukan adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen selama minimal 15 menit di bawah air mengalir. Hal ini dapat merusak virus karena selaput lemaknya hancur oleh sabun. Setelah itu, penting segera mendapatkan vaksinasi antirabies dan serum jika dibutuhkan. Mitos seperti mengoles luka dengan kunyit atau bahan tradisional lainnya justru berbahaya karena dapat memperlambat tindakan medis. Kucing dan hewan peliharaan lainnya juga bisa tertular rabies. Jika hewan menunjukkan perubahan perilaku atau tanda seperti air liur berlebihan, segera konsultasikan ke dokter hewan.

Texas Siaga Campak! Wabah Tersebar Cepat, Korban Jiwa Mulai Berjatuhan

Jumlah kasus campak di negara bagian Texas, Amerika Serikat, melonjak drastis dalam waktu singkat, mencapai 481 kasus dari sebelumnya 422 kasus yang dilaporkan pada awal pekan. Kabar ini disampaikan oleh Departemen Layanan Kesehatan Texas yang menyatakan bahwa wabah ini semakin meluas dan memicu kekhawatiran di berbagai wilayah. Hingga kini, setidaknya 56 orang telah menjalani perawatan di rumah sakit akibat infeksi tersebut. Tragisnya, seorang anak usia sekolah yang tidak menerima vaksin campak dan tidak memiliki riwayat penyakit bawaan dinyatakan meninggal dunia.

Pusat wabah masih berada di Gaines County, wilayah yang pertama kali mencatat kasus campak dua bulan lalu, dengan total 315 kasus sejauh ini. Campak dikenal sebagai penyakit yang sangat menular, dan dalam kasus ini penyebarannya tak hanya terbatas di Texas, tapi juga telah menjangkau negara bagian tetangga seperti New Mexico dan Oklahoma.

Wabah yang terjadi sejak Januari 2025 ini menjadi yang terbesar di Texas dalam lebih dari tiga dekade terakhir. Terakhir kali jumlah kasus sebesar ini tercatat pada tahun 1992, ketika total kasus mencapai 990 orang. Pejabat kesehatan setempat terus mengingatkan warga untuk segera melakukan vaksinasi sebagai langkah pencegahan. Upaya ini dinilai sangat penting mengingat tingginya tingkat penularan virus campak yang bisa menyebar dengan cepat terutama di komunitas yang belum terlindungi vaksin.

Waspada Demam Berdarah: Ancaman Nyata di Musim Hujan

Pakar kesehatan global, Dicky Budiman, mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap ancaman demam berdarah dengue (DBD), terutama saat musim hujan. Nyamuk Aedes aegypti yang menjadi penyebab utama penyakit ini memiliki kebiasaan menggigit di area tertentu seperti sikut dan mata kaki. Gigitan nyamuk ini biasanya lebih merah dan lebih gatal dibandingkan nyamuk lain, serta terjadi lebih sering pada pagi dan sore hari. Meski begitu, di tempat yang memiliki pencahayaan cukup, nyamuk ini tetap dapat menggigit pada malam hari.

Pencegahan menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko terinfeksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengoleskan obat anti nyamuk dan menghindari genangan air di sekitar tempat tinggal, karena genangan dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk. Dicky menegaskan bahwa faktor lingkungan seperti curah hujan tinggi, suhu panas, dan kelembapan yang tinggi di Indonesia semakin mendukung pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti, terutama di daerah padat penduduk. Bahkan, lingkungan yang bersih pun tetap berisiko jika memiliki sistem pembuangan air yang kurang baik.

Dokter spesialis penyakit dalam RS EMC Cikarang, Patriotika Ismail, menjelaskan bahwa DBD memiliki tiga fase yang perlu diwaspadai. Fase awal ditandai dengan demam tinggi secara tiba-tiba, yang sering kali disertai nyeri kepala, nyeri otot, serta mual dan muntah. Setelah beberapa hari, suhu tubuh bisa menurun mendadak, membuat pasien merasa lebih baik, padahal ini merupakan fase kritis. Pada tahap ini, kebocoran pembuluh darah bisa terjadi, menyebabkan mimisan, bintik merah di kulit, nyeri perut hebat, hingga sesak napas. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat berkembang menjadi syok dengue yang berbahaya.

Jika pasien berhasil melewati fase kritis, mereka akan memasuki tahap pemulihan, di mana tubuh mulai membaik dan cairan tubuh kembali stabil. Namun, tetap penting untuk menjaga hidrasi dan asupan nutrisi agar proses pemulihan berjalan optimal. Dengan memahami pola penyebaran dan gejala DBD, masyarakat dapat lebih waspada serta segera mencari pertolongan medis jika mengalami tanda-tanda penyakit ini.