Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya menangani tiga isu utama yang menjadi penyebab resistensi antimikroba (antimicrobial resistance atau AMR). Ketiga isu tersebut meliputi kurangnya kesadaran masyarakat, mudahnya akses terhadap antibiotik tanpa resep dokter, serta penggunaan antibiotik yang tidak tepat di sektor pertanian.
Azhar Jaya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan di Kementerian Kesehatan, menyatakan bahwa kasus kematian akibat resistensi antimikroba menunjukkan tren peningkatan. Pada 2019, jumlah kematian mencapai 1,2 juta jiwa dan diprediksi akan melonjak hingga 10 juta jiwa pada 2050 jika tidak ada langkah penanganan yang efektif.
“Di Indonesia, penyalahgunaan antibiotik masih menjadi masalah serius. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat serta mudahnya mendapatkan antibiotik tanpa resep dokter,” ujar Azhar pada Kamis (21/11/2024).
Faktor Penyebab Resistensi Antimikroba
Azhar menjelaskan, penjualan antibiotik tanpa resep dokter kerap terjadi di apotek, warung, hingga toko obat berizin. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena meningkatkan risiko penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis.
Selain itu, sektor pertanian juga menjadi salah satu penyumbang masalah AMR. Banyak petani dan peternak menggunakan antibiotik untuk menjaga kesehatan hewan ternak seperti ayam, sapi, dan ikan. Akumulasi antibiotik dalam tubuh hewan dapat masuk ke tubuh manusia melalui konsumsi, yang akhirnya memperburuk resistensi terhadap antimikroba.
Langkah Edukasi dan Pengawasan
Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes menggelar seminar dalam rangka Pekan Kesadaran AMR Sedunia (World AMR Awareness Week/WAAW), yang berlangsung pada 18-24 November. Kegiatan ini ditujukan untuk memperluas wawasan masyarakat mengenai risiko resistensi antimikroba.
Sebagai bagian dari strategi, materi tentang AMR juga telah dimasukkan ke dalam standar akreditasi pelayanan kesehatan. Langkah ini diharapkan mendorong para dokter dan tenaga medis untuk lebih bijak dalam meresepkan antibiotik.
Kerja Sama Lintas Sektor
Upaya pencegahan AMR juga melibatkan kerja sama lintas sektor. Kementerian Kesehatan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kolaborasi ini dirancang untuk mengontrol penggunaan antibiotik secara lebih komprehensif, baik di sektor medis maupun non-medis.
Resistensi antimikroba menjadi tantangan kesehatan dunia yang harus ditangani dengan segera. Melalui edukasi, pengawasan, dan kerja sama lintas sektor, Kementerian Kesehatan berharap dapat menekan angka resistensi antibiotik di Indonesia dan melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan yang lebih besar di masa depan.