Makanan Ultra-Proses Dituding Jadi Pemicu Kematian Dini Global

Konsumsi makanan ultra-proses—yakni makanan yang melewati banyak tahapan pengolahan dan mengandung beragam bahan tambahan—ternyata dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan. Berdasarkan laporan Medical Daily pada Senin (28/4), sebuah studi terbaru mengungkap bahwa kebiasaan mengonsumsi makanan jenis ini tak hanya membahayakan tubuh dalam jangka pendek, tetapi juga berkaitan erat dengan penurunan angka harapan hidup secara signifikan.

Penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Preventive Medicine ini menggunakan data dari delapan negara untuk memprediksi risiko kematian akibat semua penyebab berdasarkan pola konsumsi makanan. Ditemukan bahwa di Kolombia, makanan ultra-proses menyumbang sekitar 15 persen dari total asupan kalori. Sementara di Amerika Serikat, angkanya bahkan melebihi 50 persen. Tren ini menunjukkan kaitan langsung antara tingkat konsumsi makanan ultra-proses dan risiko kematian dini.

Negara dengan tingkat konsumsi tinggi seperti Amerika Serikat menunjukkan risiko kematian hampir 14 persen lebih tinggi. Eduardo Augusto Fernandes Nilson, peneliti utama dalam studi ini, mengungkapkan bahwa pada tahun 2018, sebanyak 124.000 kematian dini di AS disebabkan oleh makanan ultra-proses. Sementara itu, peningkatan 10 persen konsumsi makanan jenis ini dari total kalori harian berpotensi meningkatkan risiko kematian dini hingga hampir 3 persen.

Nilson juga menyoroti bahwa negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah tengah mengalami tren peningkatan konsumsi makanan ultra-proses. Ini mengkhawatirkan, karena meskipun beban kesehatan tertinggi saat ini masih ada di negara maju, tekanan tersebut diperkirakan akan terus bertambah di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, para peneliti mendesak perlunya kebijakan global untuk menekan konsumsi makanan ultra-proses demi menyelamatkan generasi mendatang dari risiko kematian dini.

Ketika Meja Makan Jadi Arena Taruhan: Kenali Makanan yang Bisa Tingkatkan Risiko Kanker

Pola makan sehat memainkan peran besar dalam mencegah perkembangan penyakit kanker. Menurut Alyssa Tatum, ahli gizi dari MD Anderson Cancer Center, ada beberapa jenis makanan yang patut diwaspadai karena bisa meningkatkan risiko kanker. Salah satu yang paling umum adalah daging olahan, seperti sosis, ham, bacon, kornet, dan nugget, yang biasanya diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit. Bahan ini dapat memicu peningkatan risiko kanker kolorektal dan lambung.

Tatum menekankan bahwa mengubah pola makan bukanlah hal yang mudah. Ia menyarankan untuk mulai dengan langkah kecil, seperti memilih daging olahan bebas nitrat atau mencari produk dengan kadar natrium dan lemak lebih rendah. Membandingkan label produk juga penting agar bisa membuat pilihan yang lebih sehat.

Selain daging olahan, alkohol juga menjadi faktor risiko utama. Konsumsi alkohol dapat merusak jaringan tubuh dalam jangka panjang, menyebabkan perubahan DNA sel, dan meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, seperti lambung, hati, hingga payudara. Rekomendasi terbaik adalah menghindari alkohol sepenuhnya, namun jika tidak memungkinkan, membatasinya menjadi satu gelas per hari bisa menjadi pilihan lebih aman.

Produk makanan dan minuman ultra-proses, yang tinggi gula dan garam, juga harus dibatasi. Pola makan ini berhubungan dengan obesitas yang dapat meningkatkan risiko kanker. Konsumsi gula tambahan pun sebaiknya dibatasi untuk mencegah kelebihan berat badan.

Terakhir, konsumsi daging merah seperti sapi, babi, dan domba perlu dikontrol. Meskipun kaya nutrisi, konsumsi berlebihan berpotensi meningkatkan risiko kanker kolorektal. Cara mengolahnya pun berpengaruh besar; memasak dengan suhu tinggi seperti membakar dapat menghasilkan karsinogen yang berbahaya.