Remaja aktif usia 10 hingga 19 tahun kerap menjadi kelompok yang rentan mengalami cedera saat berolahraga. Data dari Stanford Children’s Health mencatat lebih dari 3,5 juta anak dan remaja terluka setiap tahun akibat olahraga atau aktivitas fisik terorganisir. Cedera seperti terkilir dan otot tegang menjadi yang paling umum, terutama pada olahraga kontak seperti sepak bola dan basket. Penelitian tahun 2016 di Amerika Serikat menunjukkan sekitar 8,6 juta kasus cedera olahraga terjadi setiap tahun pada kelompok usia 5 hingga 24 tahun, dengan lebih dari separuhnya dialami oleh pria. Cedera paling banyak menyerang tubuh bagian bawah, disusul lengan, kepala, dan leher.
Menurut dr. L. Grace Tumbelaka, cedera yang tidak ditangani secara tepat sejak dini bisa berdampak serius di masa depan. Atlet remaja yang mengalami cedera berkepanjangan tanpa perawatan optimal berisiko mengalami kelelahan fisik dan mental, bahkan kehilangan semangat untuk melanjutkan karier di dunia olahraga. Proses pemulihan memerlukan pendekatan menyeluruh, bergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. RS Siloam Mampang menghadirkan berbagai teknologi pemulihan canggih, mulai dari Cardiopulmonary Exercise Testing (CPET), Motion Analysis berbasis AI, hingga terapi Cryotherapy dan ESWT. Bahkan, metode Stem Cells Treatment digunakan untuk mempercepat regenerasi jaringan yang rusak.
Cedera seperti terkilir, otot tegang, hingga robekan pada tendon atau rotator cuff menjadi kasus yang sering terjadi. Meski kematian akibat cedera olahraga jarang, cedera kepala tetap menjadi perhatian utama. Dengan dukungan fasilitas modern dan penanganan berbasis bukti medis, para atlet muda kini memiliki harapan untuk pulih lebih cepat dan tampil lebih prima dalam kompetisi.