Anemia pada Penyakit Ginjal Kronis: Waspadai Gejala dan Penanganan yang Tepat

Anemia merupakan salah satu komplikasi umum yang sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK), terutama pada stadium lanjut atau saat menjalani terapi dialisis. Risiko kondisi ini meningkat jika pasien juga menderita diabetes. Meski begitu, kabar baiknya adalah bahwa pengobatan terhadap penyebab utama anemia dapat membantu meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan. Berdasarkan data dari National Institutes of Health (NIH), sekitar satu dari tujuh pasien PGK mengalami anemia, yang biasanya mulai muncul sejak stadium 3 hingga 5.

Gejala anemia pada PGK dapat bervariasi, mulai dari kelelahan, kulit terlihat pucat, sakit kepala, nyeri tubuh, hingga gangguan tidur dan kesulitan berkonsentrasi. Kondisi ini terjadi akibat produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. Produksi eritrosit bisa terganggu oleh berbagai faktor, seperti usia lanjut, jenis kelamin perempuan, penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes, hingga prosedur dialisis yang memicu kehilangan darah. Selain itu, sel darah merah pada pasien PGK juga cenderung memiliki masa hidup yang lebih pendek.

Penanganan anemia pada PGK dilakukan sesuai penyebabnya. Terapi yang umum meliputi pemberian suplemen zat besi, vitamin B12, dan folat, agen perangsang eritropoiesis (ESA), hingga transfusi darah jika kondisinya cukup berat. Meski transfusi efektif dalam waktu singkat, penggunaannya harus dikontrol untuk menghindari efek samping. Pengelolaan kesehatan secara menyeluruh juga penting, termasuk kontrol terhadap penyakit ginjal, diabetes, dan hipertensi, serta penyesuaian pola makan yang tepat. Pasien disarankan segera berkonsultasi ke dokter jika mengalami gejala anemia agar penanganan dapat dilakukan lebih dini dan optimal.

Jaga Ginjal Sehat, Hindari Gaya Hidup Berisiko

Dalam acara Gebyar Ramadan 1446 yang digelar oleh PDA Kota Batu di Gedung Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani Batu, pada Sabtu (22/3/2025), dr. Achmad Rifai SpPD-KGH-FINASM membagikan berbagai tips penting untuk menjaga kesehatan ginjal. Ia menjelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi kerusakan ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan, di mana ginjal mengalami penyusutan akibat proses pengapuran dan kehilangan fungsinya lebih dari 60%.

Ginjal yang tidak berfungsi optimal akan mengalami gangguan dalam pembentukan vitamin D dan eritropoietin, serta kesulitan dalam membuang zat sisa seperti air, urea, dan kreatinin. Pemeriksaan urine dan USG menjadi cara utama untuk mendeteksi penyakit ini. Gagal ginjal kronis terbagi dalam lima tahap, mulai dari ditemukannya protein dalam urine pada tahap awal hingga kondisi ginjal yang sepenuhnya tidak berfungsi pada tahap akhir, yang mengharuskan pasien menjalani cuci darah.

Di Indonesia, hipertensi dan diabetes menjadi penyebab utama gagal ginjal. Kedua kondisi ini tidak disebabkan oleh konsumsi obat anti-hipertensi atau obat diabetes, melainkan akibat tekanan darah dan kadar gula darah yang tidak terkontrol. Faktor lain yang berkontribusi terhadap hipertensi meliputi pola makan tinggi garam, obesitas, merokok, stres, kolesterol tinggi, dan faktor genetik. Dr. Rifai juga mengingatkan bahaya minuman kemasan yang mengandung natrium serta gula tinggi, yang dapat merusak ginjal jika dikonsumsi berlebihan.

Untuk mencegah gagal ginjal kronis, seseorang perlu mengenali faktor risiko, menerapkan pola hidup sehat, mengonsumsi lebih banyak protein dan serat, membatasi karbohidrat, serta rutin berolahraga. Selain itu, terdapat juga gagal ginjal akut, yang berbeda dari gagal ginjal kronis karena masih dapat pulih jika penyebabnya diatasi dengan baik, seperti dehidrasi akibat diare yang dapat membaik dengan hidrasi yang cukup.

Sebagai penutup, dr. Rifai menegaskan bahwa kebiasaan yang dijalani hari ini akan menjadi investasi kesehatan di masa depan. Dengan menerapkan gaya hidup sehat sejak dini, manfaatnya akan terasa dalam jangka panjang.